Sunday, March 11, 2012

Aku dan Sepedaku

Aku punya sepedaa….aku punya sepedaaa….! (menari-nari mengelilingi api unggun. Eh…, sebentar…, salah setting. Menari-nari keliling kamar kos. Now…, that’s more like it.)

Have I told you that I have a bike? Temanku di kantor, seorang Filipin, memutuskan untuk resign, dan kembali ke negaranya. Sebelum ia pergi ia berkata…, “Is there anything you want from my apartment? I can give it to you.”

“Yeah, do you still have that thing…, you know…, for the moisture?”

“Oh, the humidifier?”

“Ahh…yes, that one. Can I have that?”

“Sure…. By the way, do you want a bike?”

You’re asking me if I want a bike? You’re asking me if I want a bike? Of course I want a bike!!! “Really?”

“Yes, I’m not using it anymore anyway…. But it’s kinda big, and you cannot fold it, so you have to ride it home.”

“Uhm…, okay I guess, I’ll ask my friend If he can go with me, since I don’t know the way and all. Where is your house anyway?”

“Uhm, It’s in Tokyo. Well, it’s actually still in the border of Tokyo.”

Mampus gue, mesti sepedaan antar kota di tengah musim dingin. “Okay, I’ll ask my friend if he can accompany me. Actually, I’ll force him to accompany me.”

Untungnya temanku ini sangat baik hati. Aku tidak perlu—terlalu—memaksanya untuk menemaniku. Lebih tepatnya, I sugar coated permintaanku. Aku mengatakan, “Maasss…sepedaan yuuukkk, udah lama kan, gak olah raga, sekalian biar sehaatttt.” Blah! Bo’ong banget. Tapi untunggg…, untung…, untungg dia mau! Jadi, kami sepakat utk membawa sepeda lipat. Kami akan ke rumah temanku itu di Tokyo, menggotong-gotong sepeda lipat, naik kereta. Pulangnya nanti, barulah kami bersepeda.

Ketika akan bersiap untuk berangkat, aku bertanya. “Mas, loe tau jalan, kan?

Kayanya sih, tau, Nay. Lupa-lupa inget gue.”

Lah, kalo sampe lupa gimana?”

Kalo gitu, kita ikutin rel kereta aja.

Hah?!?! Kalo rel-nya masuk bawah tanah, gimana?

Nah! Itu kita pikirkan belakangan.”

Aku mulai ragu dengan arah perjalanan ini.

Tapi kami bisa menemukan rumah temanku tanpa masalah. Masalahnya adalah jalan pulang. Temanku berkata, “Don’t worry…, you just go straight in this mainroad. It’ll bring you to the office.” Dia berkata seakan-akan, dari main road itu, hanya 15 menit sampe kantor.

Kami keluar dari rumah temanku sekitar jam 3 sore. Lengkap dengan sarung tangan, topi, tas ransel berisi kue, kami pun berangkat. Setelah sekitar 20 menit bersepeda temanku berkata. “Kalo ada family mart berhenti dulu yaa…, gue mau nge-rokok.”

Ho oh mas, gue juga mau beli minum.”

Dari situ, perjalanan masih terasa tidak terlalu berat. Sampai akhirnya aku melihat plang yang menunjukkan. ‘Yokohama 18km.’ Di pemberhentian berikutnya aku bertanya, “Mas…, bentar deh…, kalo dari sini ke Yokohama 18km, itu baru masuk perbatasannya bukan?”

Ho oh

“Terus dari ujung itu, sampe apato, kira-kira berapa kilo lagi mas?”

Yah…, palingan 2 kilo, Nay….”

Seriusan loe mas? Kita mesti sepedaan 20 kilo?”

And the trip went downhill from that point. Yah…, sebenarnya gak downhill juga sih, lebih tepatnya up-hill, soalnya tanjakannya banyak banget! En, kami tidak merasa ada turunan. Sepertinya setelah susah payah menanjak, lalu jalan menjadi lurus biasa, tidak menurun. Sampai akhirnya kami tidak kuat…, dan memilih untuk turun dan mendorong sepeda kami naik, haahahahaha.

Setelah sekitar 2 jam bersepeda, kami akhirnya makin mendekati Yokohama. Aku sangat bersyukur ketika, di tengah perjalanan itu, kami berdiri di sebuah jembatan, dan melihat gedung Landmark, yang berada tepat di sebelah kantorku. It means we’re getting closer!!! Sepertinya cobaan terakhir adalah, ketika kami tidak mempunyai pilihan selain mendorong sepeda kami menaiki jembatan, dan membawanya turun kembali.

Secara keseluruhan, total perjalanan adalah sekitar 3 jam. Ketika tiba di kamarku, hari sudah malam, dan aku tidak bisa merasakan kakiku. Bagian pinggang keatas, oke. Bagian pinggang kebawah mati rasa. Aku langsung mandi dengan air panas, dan menempel koyo di 3 titik.

Keesokan paginya, ketika aku menelpon temanku di Jakarta, ia berkata, “Loe ngapain sepedaan dari Tokyo sampe Yokohama?”

Lah, loe tau darimana?”

“Dari si X (bukan inisial sebenarnya, si mas yang nemenin itu) gue lagi nelpon dia, dia bilang badannya pegel-pegel sepedaan sama loe dari Tokyo kemarin.”

Hehehe…, maaf mas, tapi at least sekarang aku sudah mempunyai sepeda, gratis!

No comments: