Saturday, July 26, 2008

The Spider Conspiracy

Ketika kukecil, setiap siang, ibuku akan menyuruh aku dan kakak-kakakku serta adikku untuk tidur siang. Tapi emang dasar anak-anak, disuruh tidur siang susah, tapi begitu malam tiba baru jam 8, mata udah merem-melek, menahan kantuk, gara-gara masih ingin menonton film kesukaan. Akhirnya, karena tidak tidur siang, besoknya jadi mengantuk di sekolah, dan tertidur di belakang kelas, pada saat jam pelajaran agama, sampai akhirnya dibangunkan sama sang guru agama (ehheheheh…..jadi teringat…, abisan sih, gurunya udah tua, en ngajarnya kaya ngedongeng, gimana gak ketiduran???)

Anyways,

Selain selalu menyuruh kami untuk tidur siang, ibuku juga tidak suka melihat anak-anaknya ini, keseringan jajan. (Tapi itu tidak pernah mencegah kami..., sorry ma!).
Akhirnya untuk menyiasati semua ini, aku dan kakak-kakakku—adikku masih terlalu bodoh untuk mengerti—akan bekerja sama, demi mendapatkan kepuasan bersama, ehhehehehe, (senyuman licik muncul di wajah).

Setiap siang, selain menyuruh kami untuk tidur siang, ibuku akan tidur juga. Pada kesempatan emas itulah, kami mulai menjalankan rencana gemilang kami. (lagu film Mission Impossible mulai terdengar sebagai latar belakang)

Jadi, di rumah kami yang dulu itu, untuk mencapai ruang tamu, dari ruang makan, kami harus melewati sebuah gang kecil yang lebarnya sekitar 1 – 1,5m. Tepat di sebelah tembok itu, terletak kamar ibuku. Dan ada sebuah jendela kecil—bisa dibilang seperti lubang udara—yang terletak tinggi diatas hampir mencapai plafon rumah.

Aku pada saat itu—hanya pada saat itu, sekarang sudah tidak lagi—mempunyai sebuah kemampuan yang sangat hebat, dan menguntungkan bagi kami semua. Yang kumaksud dengan kemampuan hebat adalah, aku bisa memanjat—atau merayap—menaiki tembok, untuk mengintip melalui jendela yang tinggi dan terhubung langsung dengan kamar ibuku, untuk melihat keadaan. (Maksudnya untuk melihat apakah ibuku masih tidur atau tidak).


Jika keadaan aman, maka kakakku akan melakukan misi yang kedua, Ia akan merayap keluar—karena jendela yang satu lagi di kamar ibuku, lebarnya hampir setengah badan, dan menghadap ke jalan yang menuju pagar, sehingga siapapun yang keluar masuk, bisa terlihat dari dalam.—untuk jajan ke warung.


Ia akan berlari secepat mungkin ke warung yang hanya berjarak 2 rumah, dari rumah kami, lalu kembali ke rumah, tidak lupa untuk merayap, jika melewati jendela kamar ibuku. Tentunya, ketika ia kembali, kami akan membagi hasil ‘jerih payah’ kami ehhehhehe….


Dan tentunya, Ibuku masih tertidur, ketika kami selesai melakukan semua itu.
MISSION ACCOMPLISH!!! (Lagu Mission Impossible, mulai terdengar kembali sebagai latar belakang.


Jadi teringat masa-masa bodoh sewaktu kecil dulu. Kapan-kapan kalau teringat, aku akan menceritakannya lagi.

Wednesday, July 9, 2008

Ambil apa? Oohhh….

Tiba-tiba aku teringat saat lulus SMA dulu, ketika aku harus mengikuti UMPTN. Ujian yang—ceritanya—sangat penting bagi masa depan…, ehhehhehehe….

Ketika itu aku cukup beruntung untuk lulus UMPTN. Tentunya orang tuaku—sama seperti kebanyakan orang tua lainnya—bangga dengan kelulusan anaknya ini. Jadi ketika bertemu dengan kenalan-kenalannya, mereka akan dengan bangga memberitakan kelulusanku.

And the story goes….

Aku ingat sekali pada teman-teman ibuku--yang kebanyakan adalah tante-tante--ketika diberitahu aku lulus UMPTN, biasanya mereka akan bertanya langsung padaku, “Katanya mama, kamu lulus UMPTN, sayang?”

==intermezzo==

Jangan pikir si tante ini memanggilku sayang, karena ia mengenalku dengan dekat. Justru kebalikannya, aku berani bertaruh bahwa ia tidak ingat namaku, sehingga, lebih baik baginya untuk memanggil ‘sayang’. Dengan begitu terkesan bahwa ia sudah akrab. Padahal mungkin ada banyak anak-anak lainnya yang dipanggil dengan sapaan yang sama. Aku menyebut tante-tante sejenis, Tante-tante SKSD alias Tante-tante Sok Kenal Sok Deket.

===========

“Iya, tante”
Oh, ya?” dengan nada antusias, “diterima dimana?”
“Di UI, tante”
Wah, bagus ya…, ngambil apa?” nada makin tinggi karena antusias
Ngambil sastra, tante”
Ooh…,” nada bicara mulai merendah, “sastra apa? Inggris ya?”
“Bukan tante, sastra belanda”
Ooh…,” nada bicara semakin merendah, “kenapa enggak ambil ekonomi atau hukum aja?”

BRAAAKKKK….!!! Tante itu terjatuh di lantai karena kupukul.
(Jangan dipercaya, kalimat ini murni hasil imajinasiku saja, berharap saat itu, inilah yang aku lakukan)

enggak suka, tante” kataku sambil tersenyum, tapi di dalam hati ingin me-lakban mulutnya.
ooh…, iya sih, kalau emang enggak suka, gak bisa dipaksa ya…,” sambil tersenyum kasihan melihatku, seakan-akan aku sudah memilih pilihan yang salah, dan sekarang aku sedang berjalan menuju jurang kehancuran….

Saat itu sering sekali aku mengalami hal sejenis. Padahal orang tuaku saja tidak masalah kemana aku akan melanjutkan studiku. Sial…, ingin rasanya aku menjahit mulut mereka.

Tapi terlepas dari apapun pendapat mereka, kuliah di sastra belanda UI, bisa dibilang adalah 4 tahun terbaik yang pernah aku alami....


Iya, gak, P? Ehehhehe….

Saturday, July 5, 2008

Perjalanan Pagi Hari yang Menyenangkan di Hari Minggu

Hari ini, hari minggu….

Aku sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Seperti yang sudah pernah aku ceritakan (eh, sudah pernah belum ya?), disini, di tempat ini, tidak ada bedanya antara hari sabtu, minggu, hari libur, dan hari-hari biasa lainnya. Kami bekerja. Bisa dibilang, tiap hari kami bekerja.

Jadi, aku sudah siap untuk berangkat. Aku keluar dari camp-ku, dan berjalan pelan-pelan, menuju bukit yang harus ‘kudaki’ tiap harinya untuk sampai di kantor. Aku berjalan sendirian, sambil mendengarkan lagu dari mp3 player kesayanganku. Ketika melewati pos security, aku tersenyum kepada sang penjaga, dan melanjutkan perjalananku.

Bukit yang kudaki sudah terlihat di depan. Dengan sepatu boots-ku yang berat, aku perlahan-lahan berjalan mendaki bukit itu. Tidak ada apapun yang terlihat di depanku, hanya bukit menjulang, yang sepertinya tidak ada ujungnya.

Pernahkan kalian mendengar sebuah perkataan, “in the end of a rainbow, there’s a bucket of golden coins.” Tapi mungkin juga kalimat ini ada di sebuah film yang pernah aku tonton dulu, aku tidak ingat. Tapi itulah yang kurasakan. I mean, sangat menyenangkan, ketika anda berjalan mendaki bukit, dan ketika hampir sampai di ujung, apa yang ada di balik bukit itu, mulai terlihat perlahan-lahan.






Ketika kita sampai di atas bukit, Tank-1 dan Tank-2 yang megah mulai terlihat. Train-1 terlihat sekilas di sebelah kiri. Tapi ketika kita berjalan menuruni bukit itu, semuanya hilang kembali. Hanya jalan setapak yang panjang yang nampak di depanku. Aku merasa seperti Dorothy, dari “Wizard of Oz” yang harus berjalan mengikuti "The Yellow Brick Road". Semua pemandangan yang tadi nampak, seperti mengintip dari balik semak-semak dan pepohonan. Aku terus berjalan mengikuti jalan setapak itu.




Aku hampir tiba, tempat tujuanku sudah semakin dekat. Semak belukar dan pepohonan yang lebat sudah kulewati, yang ada sekarang, hanyalah tanah yang luas dan lapang, dan hutan lebat yang terlihat di ujung sana. Ketika aku melihat ke sebelah kiriku, aku melihat bukit dan hutan, yang sangat ingin aku kunjungi suatu saat nanti.




Dan, ketika aku melihat ke sebelah kanan, aku melihat segala hasil kerja dari proyek yang sedang kami kerjakan ini. Semuanya terlihat begitu indah. Karena ketika aku datang dulu, yang terlihat hanyalah tiang-tiang pancang dimana-mana. Betapa cepat waktu berlalu.



Akhirnya aku tiba. Aku kembali ke kantorku untuk bekerja. Memang tidak menyenangkan bekerja di hari minggu, tapi hari ini aku tidak memikirkan itu. Aku hanya memikirkan betapa aku sangat menikmati perjalananku. Perjalanan pagi hari yang sangat menyenangkan di hari minggu.




ps: maaf kalau foto pertama agak kabur diujungnya, itu jariku...ehehehehe....