Tuesday, April 29, 2008

Mainichi Ame

Hari ini, seperti beberapa hari sebelumnya, hujan lagi. Hujan deras mengguyur Papua. Suasana seperti ini, membuatku ingin masuk ke dalam kamar, mengunci pintu, membuat segelas susu coklat panas, memakai selimut yang tebal, dan nonton tv hingga tertidur. Pikiran itu terus menerus berputar-putar dalam kepalaku. Aku begitu tergoda untuk melakukannya. Tapi apa boleh buat, pekerjaan di mejaku masih menumpuk tinggi. Dokumen-dokumen di tray yang sudah menunggu untuk dikerjakan, email-email yang masuk harus dibalas, belum lagi mereka-mereka yang datang untuk menambah dokumen yang sudah menumpuk tinggi tidak beraturan, atau sekedar mencari informasi atau bahkan mencari apakah ada cemilan yang bisa dimakan.
Tapi hujan yang turun tidak perduli tentang pekerjaanku sudah menumpuk, atau tentang proyek ini yang harus mengejar target. Ia tidak perduli bahwa sudah beberapa hari ini ia terus mengguyur kami. Ia tidak memutuskan bahwa, mungkin sebaiknya ia beristirahat dan membiarkan sahabatnya sang matahari keluar untuk menyinari kami sebentar, sebelum ia dan pasukan awannya datang untuk bekerja lagi. Tapi sebenarnya semua hal itu tidak menggangguku, aku menyukai hujan. Aku menyukai duduk di pinggir jendela dan melihat keluar. Aku menyukai berdiri dan berdiam diri di depan pintu melihat rintik-rintik hujan yang jatuh. Hari ini, ketika hujan mulai turun aku berjalan ke pintu belakang kantor kami. Suara hujan yang jatuh di kantor kami yang hanya terbuat dari gabungan-gabungan container, membuat kami harus berbicara lebih keras terhadap satu sama lain. Dering telpon pun terdengar lebih kecil. Tapi aku hanya berdiri melihat hujan yang turun. Aku sengaja mengambil foto suasana saat itu.

Pohon-pohon di kejauhan tidak terlihat jelas karena hujan yang seperti badai, membuat kabut.


p.s: Mainichi ame adalah bahasa jepang yang artinya Setiap hari hujan.



Friday, April 18, 2008

A Droom

Kemarin malam saya bermimpi.

Saya bermimpi kembali ke kampus saya di depok, dan bertemu semua teman-teman kuliah saya.

I miss you all guys, really do miss you….


Enggak ada Sinyal!

Tinggal jauh dari keluarga (tinggal jauh dari manapun sebenarnya), adalah hal yang menyulitkan. Terutama ketika tempat tinggalmu itu, belum mempunyai akomodasi yang lengkap. Seperti di hutan tempat tinggalku ini, misalnya. Sinyal telpon itu, minta ampuunn deh, susah banget. Mulai dari pagi hingga sore, sinyal masih lumayan oke. Tapi, lewat dari itu. "Terlambat sudah……."(seperti sebuah lagu lama yang aku ingat)
Lucunya adalah sinyal yang susah ini, akhirnya malah sering bikin orang bertengkar. Seperti waktu itu ibuku menelpon, karena penerimaan disini susah, alhasil yang terdengar di Jakarta adalah “Telpon yang anda hubungi sedang tidak aktif.” Akhirnya ibuku langsung mengirim sms, mengomel tentang kenapa aku tidak menyalakan hp ku. Cape deehhh, jelas-jelas itu hape gak pernah dimatiin.
Tapi itu masih hubungan antara ibu dan anak. Yang paling berbahaya adalah ketika dengan suami istri, atau orang pacaran. Bayangkan ketika sedang terlibat pembicaraan penting, tiba-tiba hape mati, karena sinyal terputus. Akibatnya, ketika ditelpon ulang, si wanita/pria yang tidak mengerti kalau sinyal disini ‘kaya orang bego’, akan mengomel panjang lebar. “Kenapa telponnya dimatiin?”, “Kenapa aku telpon susah banget, sih?”, “Kamu sengaja gak nyalain telpon kamu, ya?”, “Kenapa telponnya gak diangkat-angkat? Kamu gak mau terima telpon aku, ya?” Halaaahhh, padahal sinyal disini emang susaaahhhh!!! Kalau yang dari Jakarta mungkin kedengarannya seperti, telpon dimatiin, sibuk, gak diangkat, enggak aktif, padahal kita yang disini mah, boro-boro, telpon masuk aja enggak ada?!
Jadi kalau misalkan anda mencoba untuk menelpon saya, lalu terjadi kasus-kasus seperti yang sudah disebutkan diatas…, mohon dimengerti ya. Walapun sebenarnya aku bisa berkelit bahwa tidak pernah ada telpon masuk karena sinyal susah, walapun sebenarnya aku tidak mau mengangkat telpon, hehehehhe….

Friday, April 11, 2008

Hail to Tofan!

Seorang temanku, membuat sepenggal komik ini, khusus untukku. Baiklah, aku ralat. Dia membuatnya khusus untuk mengejekku, he…he…he….
Rupanya dia mempunyai bakat terpendam (mungkin bakat musiman lebih tepat kali, ya) yang kami semua tidak ketahui. Bakatnya ini, hanya muncul setiap 2 bulan sekali selama 3 minggu. Kenapa? Karena pada saat itu, bos-nya yang terkenal sewot, sedang mengambil cuti. Jadi, waktu yang seharusnya ia gunakan untuk bekerja, dapat ia sisihkan sedikit (baca: banyak) untuk membuat komik-komik sejenis.
(Yo’e enggak, Fan?)

Komik ini bercerita mengenai, perjalananku dari rumah ke kampus dengan bis kota Lebak Bulus – Depok, Deborah, yang ketenarannya sudah tersebar kemana-mana. Sekali anda naik bis ini, anda akan tahu bagaimana cara mengisi sebuah tempat/ruang yang kecil, dengan orang yang banyak!

Baiklah…, aku persembahkan One of Tofan’s Masterpiece…, a comic about…me!



p.s: kok gambarnya kecil ya? aku yang gaptek ini, tidak tahu bagaimana caranya untuk membuat gambar diatas jadi lebih besar. Kalau aku sudah tahu caranya, akan aku edit ulang. Untuk sementara ini...harus puas dengan ini dulu ya!

Thursday, April 10, 2008

Bersyukur, pak..., bersyukur....

Just to prove that men will never be satisfied.

Tokoh :

Aku – Bekerja di sebuah proyek LNG, perusahaan tempat bekerja adalah main contractor proyek ini. Lokasi proyek, Papua. Rotasi (baca: bisa pulang ke Jakarta) 4 bulan sekali. Jatah cuti 2 – 3 minggu.

Pak B – Bekerja di sebuah proyek LNG, perusahaan tempat bekerja adalah Client Company (baca: yang punya proyek. Main Contractor bekerja untuk Client). Rotasi 28 hari bekerja, 28 hari cuti.

Latar Tempat :
Papua, kantor Client.

Latar Waktu:
Selasa, 8 April 2008

Motif:
Berita yang menyebar bahwa jam kerja harian perusahaan Main Contractor, akan dipersingkat.

Tema : Ketidakpuasan.

Cerita:

Seperti biasa, aku mengantar dokumen untuk pak B, agar bisa didistribusikan secara internal di perusahaannya.
Tiba-tiba ia bertanya, “Tas, katanya jam kerja kamu bakal berkurang, ya?”
Oh, ya? Saya belum denger kabar apa-apa tuh, pak.”
Wah, berarti si D bo’ong, dong.”
Kok ngomongnya nuduh gitu ya? Pikirku dalam hati. “Ooh, maksud bapak itu kali, katanya nanti emang kita makan siangnya akan di kantin lagi,* terus jam istirahat kita dari 1 jam jadi 2 jam.”
Wah, kalian pulangnya jadi jam 5, dong.”**
Ooh, enggak pak, kita pulangnya tetep, jam 6, tapi istirahatnya jadi 2 jam. Tapi itu masih katanya, sih….”
“ Tapi kalian enak, ya, istirahatnya jadi 2 jam, bisa tidur siang dulu.”
Darahku mulai mendidih. Pak B tidak sadar kalau dirinya sedang berbicara dengan seseorang yang sudah 3 bulan belum keluar dari hutan penjara*** ini. Selain itu koneksi internet terbatas, sinyal telpon susah, tidak ada hiburan, dan masih banyak hal lainnya. Sementara Pak B, baru berada disini 2 minggu, dan dalam tempo 2 minggu lagi, dia sudah bisa pulang, sementara aku belum.
Yah…, tapi kita, kan, 4 bulan disini, pak.” Aku berusaha sok tenang. “Bapak, kan, cuman 28 hari. Kalau saya, sih, enggak perlu tidur siang, yang penting bisa dapet 28 hari kerja.”

Pak B Terdiam.

Skak.

Seorang teman Pak B menepuk-nepuk pundaknya dari belakang, sambil berkata, “tuh, bersyukur, pak…..bersyukur….”

Okay, aku mungkin memang ketus, but he asked for it!!! Udah sukur juga, tiap 28 hari bisa pulang!

Putnot:

* Di Proyek kami ini, untuk istirahat makan siang, makanan akan dibagikan dalam kotak, agar kami dapat memakannya di kantor. Cara ini dipakai karena, jika makan siang di kantin, banyak orang yang sering pulang ke kamar terlebih dahulu, untuk tidur siang. Akibatnya, banyak orang datang terlambat selesai makan siang. Kalau soal kualitas makan siang, jangan ditanya. Akan ada suatu waktu khusus untuk membicarakan makan siangku.

** Jam kerja disini adalah mulai dari jam 7 pagi hingga jam 6 sore. 10 jam sehari
(diluar jam istirahat ya!)

*** Aku mengatakannya hutan penjara, karena memang itulah yang sebenarnya. Sekali masuk kesini, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jalan darat untuk keluar dari tempat ini. Kecuali mau berenang, which is not recommended, secara, naik boat aja makan waktu 2 jam lebih.

Wednesday, April 9, 2008

Bos v.s Kepiting

Aku teringat beberapa tahun yang lalu, suatu ketika salah seorang bosku meminta bantuanku untuk mencari alamat sebuah restoran, yang kabarnya sangat terkenal. Salah satu kebiasaan bos-bos jepangku ini adalah, setiap akhir minggunya (hari jumat maksudku) beberapa dari mereka akan pergi ke sebuah restoran bersama-sama, untuk sekedar makan dan minum-minum. (Para jepang-jepang ini, mereka memang tidak bisa lepas dari minuman, paling mentok harus ada bir!) Kebiasaan mereka adalah, pada hari rabu, mereka akan memberikan nomor telpon sebuah restoran untukku, lalu akan akan mereservasi sebuah tempat untuk mereka makan-makan hari Jumatnya.

Tapi tugas ‘reservasi’ yang harus aku buat kali ini, lebih sulit dari yang biasanya. Karena ketika ia memintaku untuk mereservasi, ia tidak memberikanku nomor telpon apapun, hanya nama restorannya “Saung Greenville”, sebuah peta, dan pesan bahwa ia ingin makan di restoran ini, karena seorang temannya telah memberikan rekomendasi yang sangat baik. (Saat itu, ingin aku mencekik teman bos-ku yang memberikan rekomendasi ini. Niat gak sih, dia ngasih taunya?!)

Tapi (lagi-lagi) sialnya, bos-ku juga tidak mempunyai petunjuk yang jelas. Ia hanya mengatakan bahwa, mantan presiden Megawati pernah makan disana (yeah…dia juga pernah makan di seribu restoran lainnya), jalan masuknya bisa dari taman anggrek, dan kepitingnya sangat terkenal. What a way, to give a clue…. Akhirnya dengan berbekal petunjuk itu, mulailah aku mencari. Aku mulai dengan mencari-cari di internet. Bukannya membantu, malah bikin tambah bingung, karena aku malah menemukan beratus-ratus restoran yang bernama depan saung, tapi tidak ada yang menunya kepiting. Sial!

Itu tidak berhasil, aku mulai menelpon orang-orang yang rumahnya ada disekitar daerah itu. Orang-orang yang aku telpon di kantor, tidak ada yang tau (masa rumahnya gak ada yang di daerah situ, sih?!) Tapi aku mendapat petunjuk untuk mencari mbak Tati, yang saat itu sudah pindah ke kantor Papua. Setelah berkonsultasi dengan mbak Tati, setelah beberapa kali telpon-telponan, email-emailan, akhirnya aku mendapatkan alamat restoran itu, lengkap dengan peta jalan masuk, dari 2 arah yang berbeda. Huh! Aku memang hebat! (hehehe….aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk memuji diri sendiri dong! Salah satu motoku yang sangat hebat adalah, siapa yang akan memuji diri kita, kalau bukan kita sendiri?!)

Akhirnya aku serahkan hasil temuanku kepada bos-ku itu, bahkan dengan sedikit sok tau, aku pake acara menjelaskan jalan masuknya kepada supir bos-ku. Padahal, aku tidak tahu secuilpun tentang daerah yang aku bicarakan. (oke..oke…mungkin aku memang tidak sehebat itu, semuanya karena bantuan mbak Tati). Untuk menutup kesuksesan pencarianku, aku berpesan kepada bos-ku, “N san, don’t forget to bring me some crab also, ya!” Malam itu, rombongan bos-ku pun, berangkat. Dalam hati, semoga supirnya cukup pintar untuk bisa menemukan restoran itu.

Hari itu, hari jumat. Pada hari senin pagi, ketika aku berangkat ke kantor. Aku tahu bahwa mereka pasti menemukan restorannya. Karena jika tidak, dia pasti sudah menelponku malam itu juga, untuk bertanya. Ketika aku tiba di kantor, dari jauh aku sudah bisa melihat ada sesuatu yang diletakkan di layar komputerku. Semakin aku mendekat, ternyata ada beberapa lembar foto yang diletakkan di sana. Ketika aku duduk, bos ku, yang kebetulan duduk pas disampingku langsung menoleh, dan berkata, “ah, Natasha san, yesterday night, thank you ne, very delicious.”
“where is my crab?” Kataku sambil tersenyum dan menyodorkan tanganku kepadanya.
“There!” Katanya sambil menunjuk ke arah layar komputerku, lalu ia tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

Ketika aku mengambil foto yang ditunjuknya itu, TERNYATA!!! Ia telah memfoto kepiting yang kemarin malam ia makan. Bukan hanya 1 versi, tapi 2 versi saudara-saudara sekalian! Foto pertama adalah foto kepiting-kepiting itu, ketika masih terikat dengan manisnya, dan masih berada di dalam kotak es. Foto kedua adalah ketika kepiting-kepiting itu sudah tersaji dengan lezatnya diatas piring. Ia bahkan menyisipkan foto ketiga yang adalah foto udang goreng (menurut perkiraanku, udang goreng mentega). Sialan, omelku dalam hati, udah susah-susah itu restoran dicari, ternyata cuman ini balasannya.

Setelah cukup lama memandangi foto-foto yang lezat itu, aku kembali menoleh ke arahnya. Ia ternyata masih memandangiku, dengan senyum lebar di mukanya, sambil mengacungkan jempolnya. SIAAALLLL…..!!!

p.s:
1. Jangan pikir aku jadi membenci bos-ku gara-gara kejadian ini, ia tetap menjadi bos-ku yang paling ‘gaul’. Dan juga karena setelahnya ia sering mentraktirku dan teman-temanku makan. Mungkin kasihan padaku yang terus-terusan reservasi, tapi enggak pernah diajak.
2. foto-foto itu masih aku simpan, sampai sekarang, jika aku pulang ke Jakarta nanti, akan aku coba cari kembali…sebagai bukti!

BLOG

Hari ini, ketika aku sedang duduk termenung memandangi layar komputer, (Iya, aku akan mengakui bahwa aku sedang dalam keadaan termenung. Karena jam istirahatku baru saja selesai, dan aku baru saja terbangun dari tidur siang 20 menitku) sebuah email baru muncul. Ternyata email itu, adalah email forward-an yang isinya adalah blog seseorang.
Tiba-tiba terlintas dikepalaku. Ternyata blog itu sangat digemari ya? Blog, yang isinya adalah kumpulan atau penggalan-penggalan cerita tentang kehidupan ataupun pemikiran seseorang, adalah suatu hal yang sangat menarik! Kita sangat tertarik dengan kehidupan orang lain. Mau bukti? Gampang….tonton saja acara infotaiment, apalagi isinya kalo bukan soal kehidupan sang artis/aktor?
Ternyata kita sangat tertarik untuk mengintip apa yang terjadi di kehidupan orang lain, salah satu caranya adalah dengan membaca blog mereka. Tapi setelah kupikirkan lagi, istilah mengintip mungkin tidak tepat ya? Karena sebenarnya kita melihat dengan terang-terangan. Blog yang kita baca itu, bukannya kita baca secara diam-diam kan? Justru, para penulis blog, menulisnya agar bisa dibaca oleh orang lain! Kalau tidak mau dibaca orang lain, ya, janganlah tulis di sebuah website di internet, ketika orang lain, bahkan dari seluruh dunia bisa membacanya, selama mereka mengerti bahasa yang kita gunakan. Kalau tidak mau dibaca orang lain, simpan saja di my documents di harddisk komputer kita, gampang kan?
Akhirnya aku juga terikut arus, untuk membuat sebuah blog. Kenapa? Aku tidak tahu, yang aku tahu hanyalah, aku ingin menulis lagi. Aku harus mengisi waktuku dengan melakukan sesuatu. Tapi aku ini payah, setelah 1 tahun lebih setelah dirilisnya blog pertama dan keduaku, aku mandeg. Tidak pernah menulis apa-apa lagi. Beda dengan seorang temanku yang rajin sekali menulis blog, sampai-sampai perkara nyuci piring aja ditulis (yes….you know I’m talking about youu!!!)
Tapi apakah ada seseorang di luar sana yang cukup tertarik untuk melihat isi kehidupanku? Memang belum banyak yang aku pajang di etalase ini….tapi, you are welcome to come and see. So if somebody’s actually reading this simple blog of mine…give me a shout-out, so I know you’re there =)

***
Sebenarnya entry ini sudah kumuat juga di-web tetangga (baca:prenster). Tapi ada beberapa tulisan yang ingin aku muat disini juga, dan ini adalah salah satunya. =)

Tuesday, April 8, 2008

Cucung Sumiyati

Jadi akhirnya aku tergoda juga.

Aku tidak mengerti sedikit pun mengenai website ini. (tapi aku yakin kalau seorang temanku akan dengan senang hati menjelaskannya).
Aku membuat blog ini dengan terburu-buru di ruang IT, ketika bos-ku sedang pergi meeting. Sulit untuk membuatnya dari komputerku sendiri, karena web-web asyik seperti ini, sudah di-blok (sial!). Aku berpikir…yang penting aku membuatnya terlebih dahulu. Masalah edit-mengedit, gampang…, bisa kukerjakan lain waktu.

Semua berlangsung lancar, hingga ketika aku harus membuat nama untuk url blog-ku ini. Beberapa nama sudah kucoba, selalu sudah ada yang memakai. (apa seleraku ini pasaran sekali ya?) Akhirnya temanku si anak IT—yang sudah sangat berbaik hati meminjamkanku 1 dari 3 komputer yang ada di ruangannya untuk membuat blog, walaupun masih jam kerja (makasih, ya, mas!)—memberikanku sebuah ide. “Gimana kalo namanya Cucung aje?”
“Heeee!!! Loe gila, ya, mas?”
“Nama itu, pasti belum ada yang pake, percaya deh, ama gue.”
Huh! Aku tidak mau mengikuti nasihatnya.

Setelah melewati beberapa kali percobaan. AKHIRNYA! Aku menemukan sebuah nama (well, sebenarnya tidak bisa dibilang “menemukan” juga sih, karena aku sudah mempunyai beberapa nama lainnya, tapi semuanya tidak dapat dipakai, baru ini yang bisa). Akhirnya jadilah nama url blog-ku http//dolphininthesky.blogspot.com.

Aku sangat bangga, karena aku selalu menyukai lumba-lumba, dan recananya, background blog ini akan aku ganti dengan gambar lumba-lumba di langit. (tapi itu akan kulakukan segera setelah, aku mengetahui bagaimana caranya. Iya, aku ini memang gaptek).

“Bisa, Nat, namanya?” Temanku bertanya
“Bisa dong…, setelah beberapa kali nyoba tapinya,”
Tuh kan, kalo dari tadi loe pake nama Cucung, kan, cepet jadinya, Cucung Sumiyati.”
Aku berpura-pura tidak mendengarnya dan hanya ngeloyor pergi,”


p.s: untuk semua orang yang mungkin bernama atau mengenal seseorang yang bernama Cucung atau Cucung Sumiyati, mohon jangan tersinggung dengan blog saya ini. Hanya saja, saya mempunyai ide lain dalam pikiran saya, sehingga tidak mau menggunakan nama itu =D