Thursday, January 28, 2010

The Trip


Melewatkan satu kali lagi tahun baru di hutan ini, mungkin terasa sedikit menyebalkan. Terutama karena, banyak teman-temanku yang pergi, dan tidak ada acara panggung hiburan lagi. Terlepas dari acara panggung itu, yang isinya selalu dangdut lagi, dangdut lagi, tapi cukup menghibur loh! Atau mungkin aku bisa mengatakan ‘menghibur’ karena aku sudah terlalu lama tinggal disini?

Tapi…, tapiiii…. Ketika malam tahun baru yang aku lewati tidak seperti yang aku harapkan, ternyata justru pada tanggal 1 Januari 2010 lah, hal yang seru terjadi! Kami diperbolehkan jalan-jalan, keluar dari Site ini. Huaaahhh…, menyenangkan! Entah apa yang dilakukan Samson, hingga si bos jepang yang super cerewet itu mau memberikan ijin kepada kami. Oh ya, Samson adalah nama boat coordinator kami. Kebetulan nama dan perawakannya bisa dibilang cocok, ia berbadan tinggi besar, berkulit hitam, tapi tidak gondrong hehehhehe. Jangan-jangan si jepang itu serem ngeliat muka Samson? Atau karena Samson mengatakan bahwa kami akan beli duren, dan karena si jepang senang sekali makan duren, akhirnya diijinkanlah kami. Well, I don’t care, what ever Samson said to him, it worked. Kami mendapatkan Ijin.

Perjalanan dimulai pukul 8 pagi. Tujuan : Tofoy. Sebuah desa kecil, dengan jarak perjalanan 1 jam menggunakan boat dari tempat kami bekerja. Menyenangkan sekali karena, satu kami boleh keluar dari area kerja, dan dua, kapan lagi bisa jalan-jalan ke salah satu desa di papua yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu? Man, this opportunity doesn’t come twice!



Boat kami berlabuh di wooden jetty milik perusahaan. Ketika kami mendekat, seorang anak kecil sudah berdiri disitu, menunggu. Ternyata dia adalah anak bapak security yang ikut untuk meng-escort kami. Akhirnya kami bertamu di rumahnya. Makan rambutan sebelum jalan-jalan keliling desa.


Kami berjalan ditemani oleh anak-anak bapak security. Akhirnya kami sampai pada sebuah pasar dan memutuskan untuk makan siang disana. Tentunya anak-anak tour guide itu, kami traktir makan, karena sudah menemani kami. Seorang temanku yang entah kenapa, tiba-tiba menyebut dirinya sebagai om Kevin, ceritanya ingin membuat anak-anak itu agar makan banyak dan hidup sehat, seperti om Kevin, begitu kata-katanya. Jadi dia mengatakan pada anak-anak itu, “ayo pesen aja, makan yang banyak ya, biar sehat kaya om Kevin, tapi kalo gak abis, mesti bayar sendiri, ya.” Kami semua mengerti bahwa dia bercanda. Tapi ternyata si anak yang paling kecil menganggap lain.

Ketika saudara-saudaranya sudah kenyang, tanpa menghabiskan makanannya mereka semua langsung pergi. Tapi dia tetap duduk di depan piring makanannya, makan dengan pelan, berkeringat dengan deras. Akhirnya aku ajak dia bicara. “Makanannya enak, Noel?” Dia diam. “Sudah kenyang kah?” Masih tidak ada suara. Akhirnya aku mengerti, sepertinya si anak kecil ini, takut kalau tidak menghabiskan makanannya dia harus membayar sendiri, hauhauhauhauha. Mungkin dia sudah membayangkan, bagaimana dia harus memberitahu emaknya di rumah, kalau dia berhutang sepiring makanan di warung di pasar, dan mungkin ibunya akan marah besar mengetahui hal itu, ehehehhehehe. Akhirnya setelah memberitahu kalau sudah kenyang dia bisa meninggalkan makanannya, tanpa membayar, anak itu pun, ikut bermain-main dengan riang di luar bersama saudara-saudaranya. Dasar si Om Kevin, kalau ngomong sembarangan aja.

Perjalanan ini memang sangat menyenangkan, sekembalinya dari pasar, kami disuguhi durian matang yang baru saja jatuh dari pohonnya. Juga tidak lupa membeli 3 karung durian dari mereka. Akhirnya kami harus kembali. Satu keluarga itu mengantar kami ke jetty. Mereka terus melambaikan tangan, hingga boat kami menjauh. What an experience, I’ll never forget.


Saturday, January 23, 2010

Attack of Tanaman Penentu Karir Pt. 2


It’s baaaaccckkkk….

Yang kumaksud adalah sang tanaman ‘penentu karir.’ It’s back because, bos ku kembali mengambil cuti, dan kalau dia cuti, tidak usah ditanya lagi, di luar semua tugas-tugas administratif yang memang seharusnya aku kerjakan, ada satu tugas penting yang harus aku emban. Memelihara, merawat, menjaga dan yang paling penting menurutku adalah, memastikan bahwa sang tanaman ‘penentu karir’ tetap dalam keadaan hidup ketika bos ku kembali nanti.
Sebelum pergi, dia sudah memberikan beberapa pointers, seperti setiap kali airnya kering, tambahkan air lagi dan berikan 1 tetes vitamin tanaman di airnya. Keluarkan tanaman mulai jam 8 pagi, pindahkah tanaman seiring dengan perpindahan sinar matahari. Jadi paling tidak, setiap habis makan siang, aku harus memindahkan tanaman itu ke sudut yang lain, yang terkena sinar matahari. Setiap hari aku akan bolak-balik, melihat keadaan tanaman itu. Jika jatuh tertiup angin aku angkat, dan mencari batu-batunya yang jatuh ke tanah, aku ingin sebisa mungkin ketika bos ku kembali, tanaman itu masih dalam keadaan semula. Jika hujan, aku bawa masuk kembali ke kantor. Orang-orang jepang lainnya di kantor ku sering tertawa melihat apa yang harus aku lakukan untuk satu pot kecil tanaman itu, setiap harinya. Bahkan ada yang mulai menghasut-ku untuk membuang tanaman itu saja, untuk apa menyimpan tanaman layu berdaun kuning, sementara ada banyak pohon-pohon lain yang tumbuh dengan lebat dan suburnya di sekitar kantorku. Orang ini sepertinya memang mempunyai sebuah alasan tersendiri ingin membuang tanaman bosku.
Tapi, kata-katanya memang ada benarnya sih…. Berbeda dengan dahulu, tanaman kecil ini daun-daunnya mulai menguning, dan muncul bintik-bintik daunnya. Aku memang tidak tahu banyak soal tanaman, tapi aku yakin sekali, sepertinya tanaman ini sakit (Aku sering melihat tanaman ibuku yang sakit.) Anyways, terlepas dari penyakit apapun yang diderita tanaman itu, ia tidak boleh mati di tanganku. It must stay aliiiivvvveeeee.... (Terbayang film-film hollywood, ketika si tokoh utama tertembak dan kehilangan banyak darah, lalu pasangannya berteriak-teriak berusaha membuatnya sadar agar tidak mati, "wake up..., wake up..., stay with meeeee...." Lalu si pasangannya itu mengangkat kepala menengadah ke langit, dan berteriak, "Noooooo!!!" karena si tokoh utama, akhirnya mati.... Hiks sedih)


Oke, hal itu tidak akan terjadi padaku dan si tanaman penghancur..., eh..., maksudnya penentu karir. (Terbirit-birit meneteskan vitamin agar si tanaman tetap sehat walafiat.)

Sunday, January 3, 2010

Headache

I keep getting this constant headache.

Semuanya bermula ketika akhirnya…, akhirnya aku di-demob-kan, oleh bos ku. Setelah 3 tahun bekerja di Papua yang super indah ini, (Please note that, Papua-nya yang indah…, there is nothing indah dari kompleks tempatku bekerja) akhirnya aku bisa kembali ke Jakarta.
I have nothing against Jakarta, really, tapi macetnya itu loh, gila-gilaan, benar-benar membuat stress. Sepertinya sekarang-sekarang ini, macetnya bertambah parah saja. Perjalanan dari kantor ke blok M yang harusnya bisa ditempuh dalam waktu 30 – 45 menit saja, bisa molor sampai 2 jam. Mobil-mobil akan stuck di jalan, diam tak bergerak. Mungkin sekali terjadi, sebuah mobil hanya menempuh jarak 5m, dalam waktu setengah jam. Apalagi kalau sudah hujan…, mending no comment aja, lah.
So, setelah 2 bulan bekerja di Jakarta, bos-ku kembali memanggilku ke tempat ini. Setelah 2 bulan bermacet-macetan, 2 bulan bekerja di gedung bertingkat dan bukannya kontainer, 2 bulan harus membayar makanan setiap hari…, hehehhehe, akhirnya kembalilah aku ke tempat ini.
Hery sudah demob, dan aku datang kembali untuk mengisi tempatnya. Sialnya, sekarang aku ditempatkan tepat disebelah salah satu bos jepangku si Mr. Tukang Ngamuk. Kecurigaanku adalah, aku ditempatkan tepat si Mr. TN, supaya ngamuk-ngamuknya itu bisa berkurang. Ceritanya sih, karena ada cewe di deketnya, mungkin bisa ngerasa gak enak-an kalo mau ngamuk…gitu kan? Yeah…, tapi akhirnya jadi aku yang terus-terusan sakit kepala.
But anyways, here I am, kembali ke tanah Papua. Trying to figure out…, gimana caranya
ngilangin this constant headache.