Friday, August 29, 2008

Foto Time!!!

Sejak saya bekerja di Papua ini, saya jadi mempunyai kebiasaan baru. Senang difoto!!! Banyak sekali teman-teman saya disini yang mempunyai hobi fotografi, seperti, Sandy, Keisar, Juis, Alex, Alex. Intinya sih, anda suka memfoto? Kami suka difoto!!! Hehheheheh….

Jadi untuk halaman ini, saya akan memberikan beberapa foto kami…enjoy!

Foto ini diambil dekat dari Tank-2, tempat Liquified Gas nantinya akan ditampung.


Di foto di dekat Construction Jetty, tempat kapal-kapal masuk untuk bongkar muatan. Fotonya kaya anak band, gak sih?
Masih di foto di tempat yang sama dengan diatas.
Foto box!!
Masih di hari yang sama, dalam perjalanan pulang menuju camp. Bisa terlihat sekilas messhall (baca: kantin) kami dibawah.

Dari atas bukit tempat saya jalan kaki, setiap hari. Dari atas bukit ini, kita bisa melihat Tempat proses gas-nya nanti.

Handphone…Cellphones


2 Hari yang lalu, handphone saya hilang! Oke, lah, mungkin bukan hilang, tapi tertinggal, dan untungnya teman saya menemukannya, dan memberikannya kepada saya. Kalau tidak, tentunya handphone itu akan beneran hilang!

Kejadiannya ketika makan pagi di messhall (baca: kantin). Saya mempunyai kebiasaan untuk menaruh handphone saya si saku belakang celana. Jadi, ketika duduk—karena tidak nyaman—saya akan mengeluarkannya dari saku, dan meletakkannya di meja. Pagi itu, tidak seperti pagi-pagi lainnya, saya lupa untuk mengambilnya lagi! Ketika saya dan Thely, sudah menuju bukit, tiga langkah menuju security untuk scan ID badge, tiba-tiba saya merasa ada hal yang aneh. Kantong belakang saya terasa kosong. Ternyata benar saja, handphone saya, tidak berada di tempat yang ‘semestinya.’ Akhirnya saya balik lagi ke messhall, untuk mencari. Untungnya, belum sempat masuk ke dalam, teman saya sudah keburu mengambilkannya buat saya.

Saya jadi berpikir. Ketika handphone itu, tidak ada pada saya, saya merasa ada ‘sesuatu’ yang hilang. Sepertinya dengan ketidak-adaan handphone tersebut, saya akan mempunyai kesulitan yang lumayan besar. Padahal, dulu ketika saya belum mempunyai handphone, tidak pernah saya merasakan semua hal-hal itu?

Saya mempunyai handphone baru sekitar tiga tahun belakangan ini. Bahkan belum sampai tiga tahun. Sejak SMA, ketika handphone sudah mulai ‘in,’ tidak pernah terpikirkan untuk membelinya. Bahkan selama masa 4 tahun kuliah pun, saya tetap tidak mempunyai handphone. Sampai-sampai pernah terjadi hal demikian :

Hujan sedang turun dengan derasnya. Saya baru saja sampai di rumah, pulang dari kampus. Telpon berdering, teman kampus saya yang menelpon.

M : Tash, loe ada dimana ?
Tash : (Hallooo…..saya menerima telpon dari rumah kaann??) udah di rumah nih.
M : Udah nyampe rumah loe? Bu Ari bilang, paper kritik sastra kita, mesti diambil sekarang ke jurusan untuk perbaikan, besok soalnya dia udah cuti.
Tash : Haaaaa?!?!?!? Sekarang??? Ya udah, gue balik ke kampus lagi!!

Akhirnya, dari daerah Kebayoran Baru, kembalilah saya menuju Depok, dalam keadaan hujan deras. Tapi bahkan ketika hal itu terjadi pun, tetap saya tidak beranggapan sangat penting bagi saya, untuk mempunyai handphone.

Pada akhirnya saya membali handphone setelah saya bekerja. Dengan hasil jerih payah bekerja 2 bulan, dengan segala uang lembur, akhirnya saya mampu membelinya. Tapi setelah itu, saya bokek, sehingga harus bergantung pada kakak saya selama 1 bulan itu, sampai gajian lagi.
Hehehehhehe….

Well, intinya sih, sebenarnya kita membiasakan diri kita sendiri dengan ‘kebutuhan-kebutuhan’ ini. Pada saat kita belum memilikinya dulu, semua berjalan biasa saja. Dunia tetap berputar, kan?

Tuesday, August 26, 2008

In het Nederlands

Gisteren, heeft mijn vriendin aan mij gevraagd, “Kan je nog in het nederlands spreken?”
En ik zei “Ik denk van wel”

En nu? Ik ben niet meer zo zeker.

Het is al lang dat ik Nederlands verlaten. Al te lang.
Mijn vriedin vroeg, “wil je niet een baantje dat een relatie met jouw studie achtergrond heeft?
Ik dacht, nu ik weet niet als het nog belangrijk of niet. Wat belangrijk is dat ik een baan heeft. Het is alsof ik geen principe heeft, is het?

Eigenlijk, mis ik het nederlands. Vroeger, kon ik zo’n lange letter aan mijn vriedin geschreven. Ik kon alles in het nederlands vertellen. Alles.

Nu? Kan ik het nog doen?
Voor zo’n korte stuk, moet ik in een paar minuutje denken.
Is mijn spelling nog correct? Is mijn wordvolgorde nog correct? Is mijn grammatica nog correct?

Ik moet meer oefenen *sigh*

Thursday, August 21, 2008

Cuma asem dikit kok!

We’re deseperate!

Betul, kami sangat ‘desperate’ kalau menyangkut soal makanan. Makanan di tempat kami ini, selain tidak ada rasa—sebenarnya lebih sering ke arah tidak enak. Menunya juga membosankan. Entah kenapa, koki disini sepertinya suka sekali dengan bumbu kari India. Ayam dengan bumbu kari, ikan dengan bumbu kari, daging dengan bumbu kari. Katanya nasi goreng, tapi baunya bau kari,
huueekkk….!!!

No offense to you all Indian food lovers out there. Tapi kalo seminggu bisa 3 kali, kaya begini, selama 4 bulan berturut-turut, kan, bosan juga?!?!?!?

Akhirnya, kalau ada orang yang datang dari Jakarta, mereka pasti akan dititipin makanan. Rendang, sambal ijo, sambal merah, sambal apalah yang penting sambal dan enak. Kering tempe, kering kentang, kering teri, semua kering-keringan yang bisa bertahan selama beberapa minggu, dll, dst, dsb, dkk. Karena rasa ‘desperate’ ini jugalah, selama itu makanan impor dari luar Papua, biar udah lewat 1 atau 2 hari, walaupun udah asem-asem dikit, selama masih bisa dimakan. Pasti akan habis juga ‘dibabat.’
Hehhehee….

Seperti pernah, ketika ada seseorang yang membawa pempek, menurut dugaan, pempek itu, sepertinya sudah berumur lebih dari 2 hari. Tapi emang dasar, karena disini, pempek itu masuk kategori extinction, biar udah rada asem, ‘hajar’ aja! Yang terjadi saat itu, kurang lebih seperti ini.

A : “Mbak, kok pempeknya rada asem ya?”
B : “Iya, ya…, udah tambahin kecap aja, biar asemnya gak terasa,”
A : “Oh iya, bener juga ya, mbak.”

Atau di saat yang lain….

T : “Nai, loe kesini Nai, ada bakpia nih.

Nai : “Mana bakpianya, mbak ?”
T : “Ini, ada disini, ” sambil menunjuk sebuah kotak berisi bakpia. “Tapi loe ambil yang sebelah ujung sini ya, yang sana, udah jamuran. Gak pa-pa kok, tadi kita udah makan satu. ”
Nai : Mengambil bakpia, sambil meneliti dengan seksama, jangan-jangan udah jamuran juga.

Masih soal bakpia.

Nai : “Mbak, ada bakpia nih, mau gak?”
T : “Nai, kayanya bakpianya udah gak bagus deh, nih, liatin, dalemnya udah agak basah kan ? ”
Nai : “Masa sih mbak ? tadi aku makan satu kayanya biasa-biasa aja,
Masih penasaran jadinya nyari korban lain….
Nai : “Wil, loe mau bakpia ga ? katanya mbak Tati sih, udah gak bagus, soalnya dalemnya mulai basah. Tapi gue udah makan satu, kayanya baik-baik aja….
Wil : mengambil satu dan mulai menggigitnya, “ kayanya emang udah rada asem sih…” tapi tetap memakannya sampai habis..
Nai : “Masa sih ? Ya udah, lah, gak akan mati juga kan ? ”

Atau…

E : “Nai, loe buruan kemari, si Tony bawa J-co. ”
Nai : “He ? Tony kan, datengnya udah dari 2 hari yang lalu, mbak ? Dapet J-co darimana ? ”
E : “Si Tony tuh, emang dasar merki, punya makanan disimpen sendiri, udah tau juga, orang disini kesusahan. Itu donat, disimpen ama dia di kamar! Gue udah makan satu, agak asem dikit sih, tapi
gak pa-pa kok. Tuh, buruan loe ambil satu. ”
Nai : “I…ya, makasih ya mbak. ” Sambil memilih sebuah donat yang kira2 belum asem.


Memang sih, keadaan tidak selalu seperti itu. Tapi kalau sudah ada makanan impor dari Jakarta. Biarpun udah penyek atau hancur, pasti tetap akan diserbu…,
ehehehehhe.
Kalau sudah menyangkut pantas atau tidaknya sebuah makanan-makanan serupa untuk disantap, biasanya akan keluar perkataan seperti ini.

“Makan makanan terlalu bersih juga, gak baik untuk perut. Lagian gak akan mati kan? Palingan juga sakit perut bentar. Abis itu juga sembuh….”

Hehehhehe….parah…

Tuesday, August 12, 2008

Pancasila

Kalau saja ada yang bertanya, “Siapa yang masih ingat Sila-sila Pancasila?”
Serta merta saya akan menjawab, “Saya…….tidak….”
Hehhehehe…..

Iya, saya jujur. Saya sudah lupa Pancasila itu isinya apa saja. Okelah, mungkin sila pertama saya masih ingat. Ehm…, sebenarnya untuk mengingatnyapun, saya harus membayangkan kondisi ketika sedang berupacara di sekolah dulu. Ketika si pembaca pancasila maju kedepan, lalu ia mulai membaca isinya, dan seantero peserta upacara akan mengikuti. Sudah sekitar 7 – 8 tahun, sejak saya mengikuti upacara bendera.

Hal ini saya ingat, karena ketika sedang makan malam dengan dua orang teman saya beberapa hari yang lalu, tiba-tiba mereka bertanya, “Nai, loe masih ingat sila ke-empat ga?” Saya hanya cengengesan, butuh beberapa menit, untuk saya mengingat kembali, dan mengucapkannya dengan benar. Ternyata mereka berdua telah bertanya pada beberapa orang, tentang pancasila ini, dan ternyata kebanyakan justru lupa isi sila ke-4, sementara saya kebalikannya. Akhirnya kami memutuskan bahwa jalan yang terbaik adalah…..CARI DI INTERNET!

Jadi demi menghormati Pancasila, saya berikan lambang Negara kita, beserta Sila-sila Pancasila.

Pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia



P.S : kalo diliat-liat, sebenarnya lambang negara kita, keren juga ya….