Saturday, January 23, 2010

Attack of Tanaman Penentu Karir Pt. 2


It’s baaaaccckkkk….

Yang kumaksud adalah sang tanaman ‘penentu karir.’ It’s back because, bos ku kembali mengambil cuti, dan kalau dia cuti, tidak usah ditanya lagi, di luar semua tugas-tugas administratif yang memang seharusnya aku kerjakan, ada satu tugas penting yang harus aku emban. Memelihara, merawat, menjaga dan yang paling penting menurutku adalah, memastikan bahwa sang tanaman ‘penentu karir’ tetap dalam keadaan hidup ketika bos ku kembali nanti.
Sebelum pergi, dia sudah memberikan beberapa pointers, seperti setiap kali airnya kering, tambahkan air lagi dan berikan 1 tetes vitamin tanaman di airnya. Keluarkan tanaman mulai jam 8 pagi, pindahkah tanaman seiring dengan perpindahan sinar matahari. Jadi paling tidak, setiap habis makan siang, aku harus memindahkan tanaman itu ke sudut yang lain, yang terkena sinar matahari. Setiap hari aku akan bolak-balik, melihat keadaan tanaman itu. Jika jatuh tertiup angin aku angkat, dan mencari batu-batunya yang jatuh ke tanah, aku ingin sebisa mungkin ketika bos ku kembali, tanaman itu masih dalam keadaan semula. Jika hujan, aku bawa masuk kembali ke kantor. Orang-orang jepang lainnya di kantor ku sering tertawa melihat apa yang harus aku lakukan untuk satu pot kecil tanaman itu, setiap harinya. Bahkan ada yang mulai menghasut-ku untuk membuang tanaman itu saja, untuk apa menyimpan tanaman layu berdaun kuning, sementara ada banyak pohon-pohon lain yang tumbuh dengan lebat dan suburnya di sekitar kantorku. Orang ini sepertinya memang mempunyai sebuah alasan tersendiri ingin membuang tanaman bosku.
Tapi, kata-katanya memang ada benarnya sih…. Berbeda dengan dahulu, tanaman kecil ini daun-daunnya mulai menguning, dan muncul bintik-bintik daunnya. Aku memang tidak tahu banyak soal tanaman, tapi aku yakin sekali, sepertinya tanaman ini sakit (Aku sering melihat tanaman ibuku yang sakit.) Anyways, terlepas dari penyakit apapun yang diderita tanaman itu, ia tidak boleh mati di tanganku. It must stay aliiiivvvveeeee.... (Terbayang film-film hollywood, ketika si tokoh utama tertembak dan kehilangan banyak darah, lalu pasangannya berteriak-teriak berusaha membuatnya sadar agar tidak mati, "wake up..., wake up..., stay with meeeee...." Lalu si pasangannya itu mengangkat kepala menengadah ke langit, dan berteriak, "Noooooo!!!" karena si tokoh utama, akhirnya mati.... Hiks sedih)


Oke, hal itu tidak akan terjadi padaku dan si tanaman penghancur..., eh..., maksudnya penentu karir. (Terbirit-birit meneteskan vitamin agar si tanaman tetap sehat walafiat.)

Sunday, January 3, 2010

Headache

I keep getting this constant headache.

Semuanya bermula ketika akhirnya…, akhirnya aku di-demob-kan, oleh bos ku. Setelah 3 tahun bekerja di Papua yang super indah ini, (Please note that, Papua-nya yang indah…, there is nothing indah dari kompleks tempatku bekerja) akhirnya aku bisa kembali ke Jakarta.
I have nothing against Jakarta, really, tapi macetnya itu loh, gila-gilaan, benar-benar membuat stress. Sepertinya sekarang-sekarang ini, macetnya bertambah parah saja. Perjalanan dari kantor ke blok M yang harusnya bisa ditempuh dalam waktu 30 – 45 menit saja, bisa molor sampai 2 jam. Mobil-mobil akan stuck di jalan, diam tak bergerak. Mungkin sekali terjadi, sebuah mobil hanya menempuh jarak 5m, dalam waktu setengah jam. Apalagi kalau sudah hujan…, mending no comment aja, lah.
So, setelah 2 bulan bekerja di Jakarta, bos-ku kembali memanggilku ke tempat ini. Setelah 2 bulan bermacet-macetan, 2 bulan bekerja di gedung bertingkat dan bukannya kontainer, 2 bulan harus membayar makanan setiap hari…, hehehhehe, akhirnya kembalilah aku ke tempat ini.
Hery sudah demob, dan aku datang kembali untuk mengisi tempatnya. Sialnya, sekarang aku ditempatkan tepat disebelah salah satu bos jepangku si Mr. Tukang Ngamuk. Kecurigaanku adalah, aku ditempatkan tepat si Mr. TN, supaya ngamuk-ngamuknya itu bisa berkurang. Ceritanya sih, karena ada cewe di deketnya, mungkin bisa ngerasa gak enak-an kalo mau ngamuk…gitu kan? Yeah…, tapi akhirnya jadi aku yang terus-terusan sakit kepala.
But anyways, here I am, kembali ke tanah Papua. Trying to figure out…, gimana caranya
ngilangin this constant headache.

Monday, November 23, 2009

The Price of Beauty

Yes, my dear friends, beauty does come with a price…, an expensive one, if I may say.
Lihat sepatu-sepatu ini…, mereka terlihat manis, kan? Don’t be deceived people! Sepatu-sepatu ini ternyata telah memakan korban! Ternyata bentuk yang manis, merek, dan harga, tidak menjamin bahwa tidak akan ada korban yang jatuh.




Contoh korban :



Memakai sepatu-sepatu itu, dalam 1 hari saja, sudah membuat kaki jadi seperti ini. Sedangkannn…dengan sepatu boots, justru aman-aman saja! (well, sebenarnya aku hanya ingin pamer foto juga, sih)


Anyways, kembali ke masalah beauty comes with a price. Minggu lalu, aku ikut seorang temanku pergi ke acara bazaar sepatu Charles and Keith. Kata temanku sih, itu merek sepatu yang bagus. Don’t ask me, aku hanya tau merek-merek standard saja. As in Bata, Adidas, Reebok, Converse, Nike (eh…, itu sepatu-sepatu sport ya?) Anyways, ternyata aku hanya tau merek-merek sepatu sport. Kalau untuk sepatu wanita………..(no comment). Juga karena 'The price' untuk sepatu-sepatu merek tersebut biasanya cukup tinggi, temanku jadi bersemangat untuk ikut bazaar itu.

Hari itu aku masih sakit, suara masih bindeng, pilek dan juga batuk. Bahkan hari sebelumnya aku tidak masuk kantor. Temanku—kita sebut dia si mulut racun—mulai meracuniku untuk ikut bazaar itu. Dia bahkan mengirimkan foto-foto sepatu yang sudah dibeli oleh temannya, dengan harga yang cukup murah. Aku yang polos, dan tidak mengerti karena memang belum pernah mengikuti bazaar serupa, berpikir bahwa, yahh…, mungkin ini hanya seperti diskon-diskon biasa lainnya, tinggal datang en pilih. Ternyata oh…, ternyata…. I’m wrong, I’m dead wrong.

Ketika datang ke Senayan City, dan setelah bertanya kepada security, diketahuilah, bahwa untuk bazaar itu, bisa naik dari lantai 6. Ingat, katanya kuncinya adalah bisa naik dari lantai 6, bukannya ada di lantai 6. Jadi pergilah kami ke lantai 6. Ternyata ada antrian kursi yang sudah diatur, dan orang-orang sudah duduk penuh berjejer. Kami pun ikut mengantri. Antrian terus bergerak, dan kami dapat naik ke lantai 7. Dengan polos, aku berkata kepada temanku, “let the ‘hunting’ begin….”Hunting’ dari Hongkong…, ternyata di lantai 7, kami masih duduk mengantri lagi, di lantai 8? Same thing, bahkan antriannya sekitar 3 kali lipat yang dibawah.



Saat itu, aku sudah mulai mengomel pada temanku, kalau sampai kami sudah mengantri sekian lama, dan tidak mendapatkan sepasang sepatu pun…, paling tidak dia harus mentraktir kami makan malam. Karena jika melihat orang-orang yang sudah selesai berbelanja, masing membawa minimal 2 pasang sepatu, ada yang sampai 4 bahkan 5. Oh ya! Hebatnya lagi…, aku melihat beberapa orang laki-laki ikut mengantri, dan bahkan ada seorang pria yang mengantri untuk istrinya! ( Sepertinya pria ini cocok untuk dijadikan panutan bagi pria-pria lain, ahahhahahah….)

Well, anyways, akhirnya kami berhasil masuk kedalam. Setelah berkeliling dan terbengong-bengong selama beberapa saat, bingung melihat keadaan didalam. Sebuah ruangan besar, penuh dengan wanita-wanita yang hilir mudik mencari sepatu yang cocok bagi mereka. Aku pun, akhirnya, berhasil mendapatkan beberapa pasang sepatu juga. Dengan pikiran, masa setelah sekian lama tinggal di hutan, ‘hunting’ seperti ini aku tidak bisa? Hehhehhehe….

Tapi memang, pengalaman yang tak terlupakan…, dan karena ini juga, akhirnya teman-teman di kantor, jadi suka mengajakku kalau ada diskon besar-besaran lagi. Kesannya aku ini memang ‘tukang belanja’. Kata seorang temanku…, istilahnya adalah ‘Modis’ alias Modal Diskon…hahahhaha. Well, kalau ada yang lebih murah, kenapa harus beli yang mahal? Walaupun…kalau bisa, sih, gak sampe ngantri-ngantri gitu lagi kali yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………….

Tuesday, October 27, 2009

Dunia Kubik

Dari balik kubikal berwarna abu-abu, di ujung ruangan, dia mengintip….

Terusan coklat, cardigan krem, ikat pinggang lebar berwarna hitam, stocking hitam, dan sepatu hak tinggi berwarna hitam mengkilap.
Terusan ungu, ikat pinggang lebar berwarna hitam, legging hitam, sandal tali-tali seperti tentara romawi.
Rok lipit coklat, sepatu hak tinggi 5 centi, kameja putih yang manis….
Rambut panjang sepinggang bergelombang berwarna kecoklat-coklatan.


Dari balik bilik kecilnya, ia menengok kiri dan kanan….

Seorang pria berbicara kepada laptopnya dengan suara lantang, mengetes voice recognition.
Seorang yang lain keluar masuk sebuah ruangan, membuka dan menguncinya kembali, mengulang hal yang sama beberapa kali sehari. Apa yang disimpannya disana, sehingga ruangan itu, harus terus dalam keadaan terkunci…?
Yang lain lagi, sibuk mondar-mandir, membawa map plastik biru, dokumen yang harus ditanda tangan, atau mengambil kertas yang keluar dari mesin printer.

Dari ujung ruangan ia mendengar….

Bip…. Kartu digesekan ke sensor pintu, seseorang baru saja masuk dari luar….
Tullululutt….tulululuulut…..telepon berbunyi berulang-ulang si empunya telpon tidak ditempat. Telpon tidak berhenti berbunyi, sampai akhirnya, “Hallo, maaf orangnya sedang tidak ditempat.”
Ting Tung…. Suara panggilan Information atau mungkin untuk parkir, dari gedung sekitar terdengar, lalu samar-samar diikuti oleh suara seorang perempuan.

Di kubikal abu-abu di ujung ruangan, jauh dari semua orang, dia bersembunyi. Kameja lengan panjang kotak-kotak, jeans lusuh, dan sepatu datar berwarna hitam. Sibuk menulis blog-nya sambil sembunyi-sembunyi mendengarkan mp3 kesayangannya, tersenyum pada dirinya sendiri. Puas dengan dunia kubikal abu-abu miliknya.

Saturday, October 17, 2009

Wrong Arrangement!

Okelah, aku mungkin memang tidak mempunyai latar belakang, design interior, atau tata ruang, atau arsitektur, dan sejenisnya. Tapi untuk yang satu ini, aku yakin bahwa something is really wrong with the arrangement.
Aku berbicara mengenai pengaturan, tata letak, WC pria di kantor kami.
Mungkin orang akan berpikir, ngapain aku pusing dengan hal ini, it’s not like I’m going to go inside anyway right? Oohhh…, anda-anda sekalian salah. Ketika kenyamananku mulai terganggu, maka something needs to be done.
(Pengertian dari something needs to be done adalah, dengan cara menulis di blog ini, hohoohoh)

So, I was walking, minding my own business, di lorong kantorku, ketika aku melewati WC pria. Melewati WC pria adalah hal yang biasa bukan?



Tapi…, tapiii…tiba-tiba WC pria terbuka…,Pintunya terbuka lebar, ketika pemandangan di dalam dapat terlihat oleh semua orang. Inilah yang aku maksud dengan tata ruang yang salah, urine station itu—itukah namanya? Tempat pipis itu looh—bukannya terletak di belakang pintu, jadi ketika pintu terbuka, tidak akan terlihat oleh orang-orang yang lalu lalang, ini malahan terletak tepat di depan mata ketika pintu terbuka (Noooo..., my eyesss...my eyeesss!!! sok heboh kaya film thriller Hollywood)
Sehinggaaaa, jika ada orang yang membuka pintu WC itu, untuk masuk ataupun keluar, jika ada orang lain yang sedang ’doing their business’ akan terlihat dari luar..., ugh!
I’m not a pervert or anything, aku tidak suka mengintip, buktinya aku tidak bintitan (entah kenapa orang-orang sering menghubungkan mengintip dengan bintitan, tapi aku juga pernah menulis tentang cara-cara jitu, menghilangkan bintitan di blog-ku yang terdahulu). Tapi..., seharusnya sudah dipikirkan dari awal mengenai penataan di dalam WC pria itu. Apa mungkin karena mayoritas orang yang bekerja di kantor kami ini kebanyakan laki-laki, so nobody would actually mind? HUH!

Wednesday, August 26, 2009

No Bad Hand

I have this thought…, see….

Kenapa orang sering ‘mendiskriminasi’ tangan kiri?

I mean….

Ketika kita ingin mengambil atau menerima sesuatu, terutama ketika kita masih kecil, pasti orang tua atau orang ‘dewasa’ akan mengatakan hal seperti, “pake tangan yang baik, dong….” Tentunya maksud mereka, tangan yang baik adalah tangan kanan. Kalau begitu tangan kiri bukan 'tangan yang baik'?
Kalau ditanya, kenapa gak boleh pake tangan kiri? Jawaban yang sering muncul adalah, “iya, dong, tangan kiri, kan, tangan untuk (maaf) cebok.” Heeeee? Kok gitu? Kasian amat tangan kiri, padahal dia udah rela doing all ‘the dirty works’ dan masih dianggap ‘bukan tangan yang baik.’ Maksudku…, bayangkan jika tidak ada tukang sampah di dunia ini untuk mengangkut sampah, dan halaman rumah kita akan penuh dengan tumpukan sampah, karena tidak ada yang mengangkutnya…. Yah, kurang lebih, begitulah aku menganalogikannya.

Beberapa hari yang lalu, ketika ‘tangan baikku’ sedang memegang lap kotor, seseorang menawarkanku sepotong biskuit. Dengan senang hati aku terima, dong, jadi dengan tanganku yang bersih dan bebas—yang dikatakan orang 'bukan tangan baik'—aku mengambil biskuit darinya. Baru saja aku mengulurkan tanganku, dia sudah menarik kembali biskuitnya dan berkata sambil tersenyum—sok—manis, “tangan baiknya mana?” Huuuueeeeeee?!?!?!
I could almost swear, right then and there, aku sudah hampir berkata, “Sorry mister—dia orang Malaysia—I don’t discriminate my hand. I believe that God create them good and equal, there is no such thing as good hand or bad hand.” Tapi akhirnya aku hanya menahan mulutku—karena orang itu sangat centil, dan aku ingin cepat-cepat pergi dari hadapannya, tentunya setelah mengambil biskuit dulu—menunjukkan bahwa tanganku yang satu sedang memegang lap kotor, jadi tidak mungkin menggunakan his so called ‘tangan baik.’ Lalu dia tersenyum mengerti, dan mengulurkan biskuit itu lagi padaku.

Anywayss…, ini cuman sebuah pemikiran di pagi hari dari seseorang yang sedang flu berat, kepala pusing, hidung mampet, en suara bindeng bak penyanyi dangdut.

Thursday, August 20, 2009

Wil echt boos worden!

Ik wil echt boos worden. Ik wil echt...echt...echt....boos worden.

Ik weet het niet waarom, maar deze laatste dagen, voel ik me heel vreselijk.
Misschien, is het omdat mijn baas veel...veel werk aan me geven?

Die eene is nog niet klaar, gaf hij meer aan me. Daarna een meer, en een meer..., tot ik verdwaald zijn, welke moet ik eerst doen.
Het is al 2 dagen, dat ik geen dinner op de messhall had. Gellukkig hoeft ik geen mie te eten, anders..., wil ik ook dom worden.

Huuaaahhhh...!!!

Ik haat het..., ik wil nog veel..., veel meer schrijven...maar ik vergeet zoveel nederlands woordenschat...,

IEMAND HULP!!!!