Friday, August 29, 2008
Handphone…Cellphones
2 Hari yang lalu, handphone saya hilang! Oke, lah, mungkin bukan hilang, tapi tertinggal, dan untungnya teman saya menemukannya, dan memberikannya kepada saya. Kalau tidak, tentunya handphone itu akan beneran hilang!
Kejadiannya ketika makan pagi di messhall (baca: kantin). Saya mempunyai kebiasaan untuk menaruh handphone saya si saku belakang celana. Jadi, ketika duduk—karena tidak nyaman—saya akan mengeluarkannya dari saku, dan meletakkannya di meja. Pagi itu, tidak seperti pagi-pagi lainnya, saya lupa untuk mengambilnya lagi! Ketika saya dan Thely, sudah menuju bukit, tiga langkah menuju security untuk scan ID badge, tiba-tiba saya merasa ada hal yang aneh. Kantong belakang saya terasa kosong. Ternyata benar saja, handphone saya, tidak berada di tempat yang ‘semestinya.’ Akhirnya saya balik lagi ke messhall, untuk mencari. Untungnya, belum sempat masuk ke dalam, teman saya sudah keburu mengambilkannya buat saya.
Saya jadi berpikir. Ketika handphone itu, tidak ada pada saya, saya merasa ada ‘sesuatu’ yang hilang. Sepertinya dengan ketidak-adaan handphone tersebut, saya akan mempunyai kesulitan yang lumayan besar. Padahal, dulu ketika saya belum mempunyai handphone, tidak pernah saya merasakan semua hal-hal itu?
Saya mempunyai handphone baru sekitar tiga tahun belakangan ini. Bahkan belum sampai tiga tahun. Sejak SMA, ketika handphone sudah mulai ‘in,’ tidak pernah terpikirkan untuk membelinya. Bahkan selama masa 4 tahun kuliah pun, saya tetap tidak mempunyai handphone. Sampai-sampai pernah terjadi hal demikian :
Hujan sedang turun dengan derasnya. Saya baru saja sampai di rumah, pulang dari kampus. Telpon berdering, teman kampus saya yang menelpon.
M : Tash, loe ada dimana ?
Tash : (Hallooo…..saya menerima telpon dari rumah kaann??) udah di rumah nih.
M : Udah nyampe rumah loe? Bu Ari bilang, paper kritik sastra kita, mesti diambil sekarang ke jurusan untuk perbaikan, besok soalnya dia udah cuti.
Tash : Haaaaa?!?!?!? Sekarang??? Ya udah, gue balik ke kampus lagi!!
Akhirnya, dari daerah Kebayoran Baru, kembalilah saya menuju Depok, dalam keadaan hujan deras. Tapi bahkan ketika hal itu terjadi pun, tetap saya tidak beranggapan sangat penting bagi saya, untuk mempunyai handphone.
Pada akhirnya saya membali handphone setelah saya bekerja. Dengan hasil jerih payah bekerja 2 bulan, dengan segala uang lembur, akhirnya saya mampu membelinya. Tapi setelah itu, saya bokek, sehingga harus bergantung pada kakak saya selama 1 bulan itu, sampai gajian lagi. Hehehehhehe….
Well, intinya sih, sebenarnya kita membiasakan diri kita sendiri dengan ‘kebutuhan-kebutuhan’ ini. Pada saat kita belum memilikinya dulu, semua berjalan biasa saja. Dunia tetap berputar, kan?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
oy, ini kakakmu tempat kau bergantung selama "1 bulan itu".....
Post a Comment