Yeah..., I just climbed Mount Fuji.
Aku mengatakan hal itu, seakan-akan hal itu adalah sebuah hal yang remeh.
Gunung Fuji adalah gunung kebanggaan rakyat Jepang, dengan ketinggian 3776m. Di kantor, jika cuaca sedang baik, aku dapat melihat gunung itu dari jendela. Orang-orang biasanya akan berkumpul di jendela sambil memandang gunung itu dari kejauhan. Dari kejauhan itulah kata kuncinya.
Jadi begini kira-kira ceritaku.
Suatu hari teman gerejaku berkata, "Hey, Natasha, Fuji climbing season is starting, you wanna go climb?"
Semangat turis dalam diriku, yang selalu berkata 'Ya' jika diajak jalan-jalan kemanapun--padahal sudah satu tahun lebih aku tinggal disini--langsung meloncat. "Sure! When?" Aku sangat bersemangat karena official climbing season untuk gunung fuji hanya berdurasi 2 bulan. Dari tanggal 1 July sampai 31 Agustus. Jadiiii, bagi mereka-mereka yang ingin memanjat gunung itu, dengan kemampuan terbatas (baca: aku) inilah saat yang paling tepat.
Kami merencanakan untuk berangkat di bulan Juli, bertepatan dengan hari libur nasional Jepang. So there we go, four of us girls.
Kedua teman gerejaku, mereka mempunyai persiapan yang sangat baik! Membeli segala perlangkapan memanjat/hiking. Bahkan salah satu-nya seperti di-sponsori oleh sebuah perusahaan peralatan climbing, karena ia mengenakan merk yang sama dari atas sampai bawah! Kami terus menggodanya seharian karena itu.
Aku dan teman kantorku...? Well..., kami hanya bermodal..., ngotot. Kami tidak membeli apapun sebagai persiapan manjat itu. Bahkan sepatu pun, kami hanya mengenakan winter boots.
Perjalanan kami mulai dengan ceria. Bercerita, tertawa, bahkan salah seorang temanku masih bernyanyi....
Kami memulai dari stasiun 5 yang berada di ketinggian 2300m. Stasiun itu adalah, stasiun--yang katanya--memiliki track termudah untuk naik ke puncak Gunung Fuji. Dari website-website yang aku baca, dikatakan, "Track ini adalah track yang termudah, bahkan seorang amatir pun, bisa melewatinya." Yeah, you can say that again, mister. Jadi mulai dari stasiun 5, naik hingga ke tempat peristirahatan kami di daerah stasiun 8. Beristirahat beberapa jam, lalu melanjutkan perjalanan ke puncak. Stasiun terakhir adalah nomor 9, lalu puncak gunung fuji.
Kami mulai berjalan jam 1 siang. Stasiun 5 menuju 6. Still okay, no problem whatsoever.
Stasiun 6 menuju 7, kondisi jalanan berpasir dan kerikil, menanjak zig-zag, tiupan angin mulai terasa. Udara mulai terasa tipis, karena kami menanjak semakin tinggi. Kami mulai merasa lelah, dan harus berhenti sejenak di setiap belokan jalan menanjak zig-zag itu. Motto kami saat itu adalah, "One Turn at a Time."
Statiun 7 menuju 8, the torture begin. Ada banyak Hut sebagai tempat beristirahat di track ini, sehingga kami bisa duduk dan beristirahat sejenak, but still....
Track di jalur ini bukan jalan datar menanjak. Tapi batu-batu besar. Let me say that again, batu-batu besar. Aku harus
Setiap langkah terasa semakin berat. Jarak antara Hut terasa semakin jauh. Batu-batuan yang harus aku lewati terasa semakin besar. Ingin rasanya aku jongkok dan menangis sesunggukan di tengah-tengah batu-batu itu, dan meminta pulang. Setiap kali aku melihat tangga, aku rasanya ingin berteriak dan menangis, karena tidak mampu lagi memanjat tangga.
Setiap kali kami sampai di salah satu Hut peristirahatan, kami akan duduk di kursi-kursi yang disediakan, menunggu teman kami yang berjalan paling belakang. Ia biasanya akan muncul beberapa menit kemudian, literary merangkak, menaiki tangga demi mencapai Hut itu. Kami yang juga terlalu lelah..., hanya akan duduk di kursi itu, melihat ke arah tempat teman kami sedang merayap, sambil memberi semangat..., "Go! You can do it! Just a few steps more!" Iya sih, few steps di Hut itu, tapi masih sekitar thousands of crawling menuju Hut kami.
Setelah merangkak, merayap, ingin menangis, mengutuk dan setengah memohon-mohon agar perjalanan ini segera berakhir, akhirnya kami tiba di Hut tempat peristirahatan kami. Yang berada di ketinggian 3250m.